Ada Ribuan Kecamatan Belum Miliki PAUD, Regulasi Pendirian Sekolah Dinilai Mendesak

Des 19, 2025

HINGGA sekarang, kesenjangan akses layanan pendidikan di berbagai daerah di Indonesia masih cukup besar. Data terbaru menunjukkan ribuan kecamatan belum memiliki satuan pendidikan dasar hingga menengah, terutama PAUD dan SMA.

Kepala Bagian Keuangan dan Umum Sekretariat Ditjen PAUD Dasmen, Ani Sayekti, mengatakan berdasarkan hasil analisis data Dapodik dan Susenas BPS 2024, penyediaan layanan pendidikan dasar yang bermutu dan merata masih menghadapi tantangan serius.

“Masih terdapat sekitar 3.507 kecamatan yang belum memiliki PAUD, 101 kecamatan tanpa SD sederajat, 305 kecamatan tanpa SMP, serta 752 kecamatan yang belum memiliki SMA atau sederajat,” ujar Ani dalam Forum Konsultasi Publik tentang Pendirian Satuan Pendidikan Formal dan Non-Formal di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis 18 Desember 2025.

Ani menjelaskan, angka partisipasi sekolah (APS) jenjang SD dan SMP sudah mencapai kategori pendidikan universal. Namun, partisipasi PAUD dan pendidikan menengah masih perlu ditingkatkan. Data menunjukkan persentase anak kelas 1 SD yang pernah mengikuti PAUD masih berada di kisaran 63,81 persen, sementara Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/sederajat baru mencapai 87,29 persen.

“Rendahnya partisipasi ini berkorelasi langsung dengan tingginya angka anak tidak sekolah. Sekitar 25 persen anak tidak sekolah berasal dari kelompok usia jenjang menengah, dengan 91 persen di antaranya bekerja untuk membantu ekonomi keluarga,” katanya.

Selain persoalan akses, Ani juga menyoroti masalah daya tampung satuan pendidikan. Hingga saat ini, terdapat 304 kabupaten/kota yang belum memiliki daya tampung PAUD yang memadai, serta 9 hingga 35 kabupaten/kota yang belum mencukupi daya tampung untuk jenjang SD hingga SMA.

Dari sisi regulasi, implementasi Permendikbud Nomor 36 Tahun 2014 terkait kepemilikan lahan sekolah juga dinilai belum optimal. Berdasarkan data Dapodik November 2025, masih terdapat sekitar 17.306 sekolah negeri dan 26.757 sekolah swasta yang menggunakan lahan berstatus bukan milik sendiri, melainkan sewa, pinjam, atau bentuk lainnya.

“Hal ini menunjukkan bahwa setelah lebih dari 10 tahun diberlakukan, regulasi tersebut belum sepenuhnya terlaksana di lapangan,” ujar Ani.

Sementara itu, Direktur Kursus dan Pelatihan Kemendikdasmen, Yaya Sutarya, menegaskan bahwa kehadiran Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Pendirian Satuan Pendidikan Formal dan Non-Formal menjadi kebutuhan mendesak untuk mengakhiri fragmentasi regulasi yang selama ini membingungkan daerah dan masyarakat.

“Selama ini ada tiga Permendikbud yang mengatur pendirian satuan pendidikan secara terpisah. Akibatnya terjadi tumpang tindih kewenangan, perbedaan persyaratan, dan kebingungan implementasi, terutama di pendidikan non-formal seperti PKBM dan lembaga kursus,” kata Yaya.

Yaya mengungkapkan, saat ini terdapat sekitar 12.678 lembaga kursus di Indonesia, belum termasuk bimbingan belajar. Dari jumlah tersebut, sebagian besar masih berbentuk kepemilikan perorangan. Data menunjukkan sekitar 80 persen lembaga kursus dimiliki perorangan, sementara 20 persen berbentuk yayasan. Kondisi serupa juga terjadi pada PKBM, di mana dari lebih dari 7.000 yang terdaftar sebagai yayasan, hanya sekitar 3.000 yang aktif.

“Banyaknya persyaratan administratif, termasuk kepemilikan aset dan lahan, membuat pendirian satuan pendidikan non-formal menjadi berat dan berisiko menghambat partisipasi masyarakat,” ujarnya.

Ia juga menyoroti persoalan akuntabilitas dan kepastian hukum, termasuk dalam hal penyertaan modal asing di pendidikan non-formal yang hingga kini belum memiliki pengaturan khusus. Menurut Yaya, minat investasi asing di pendidikan non-formal cukup tinggi, namun sering terkendala oleh perbedaan kebijakan lintas daerah dan sektor.

Melalui rancangan peraturan baru ini, Kemendikdasmen berencana menyederhanakan prosedur perizinan, menghapus regulasi yang tumpang tindih, serta menyatukan pengaturan pendirian pendidikan formal dan non-formal dalam satu payung hukum.

“Prinsipnya satu aturan yang ringkas, sederhana, dan mudah dilaksanakan. Regulasi ini harus memberi kemudahan, bukan menambah beban, bagi masyarakat yang ingin berkontribusi dalam penyediaan layanan pendidikan,” tegas Yaya.

Forum konsultasi publik ini menjadi bagian dari uji publik Rancangan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah tentang Pendirian Satuan Pendidikan Formal dan Non-Formal yang digelar pada 18–20 Desember 2025. Pemerintah menargetkan regulasi tersebut dapat segera diusulkan untuk diundangkan setelah seluruh masukan pemangku kepentingan dihimpun dan diharmonisasikan.*

Share:
logo

DIREKTORAT JENDERAL

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH

Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2024 menjelaskan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah diantaranya adalah menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, serta pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
KONTAK KAMI
KANTOR PUSATKompleks Kemdikbud Gedung E Lantai 5 Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta 10270
021-5725610
021-5725610
pauddikdasmen@kemdikbud.go.id
Senin - Jumat 08.00 - 16.00 WIB
Copyright © 2020 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi All rights reserved.